Literasi

Perpustakaan Digital Diminta Lawan Berita Hoaks Hingga Penipuan Online

Salam Sahabat! Segenap ekosistem perpustakaan dinilai harus beradaptasi terhadap cepatnya perkembangan teknologi saat ini. Terlebih, perpustakaan sebagai salah satu media literasi seharusnya menjadi referensi utama untuk menangkal derasnya informasi hoaks yang menerpa masyarakat.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan SDM (Balitbang) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Hary Budiarto menyampaikan pustakawan maupun pengelola perpustakaan harus dapat menyikapi perkembangan teknologi. Dalam membangun ekosistem digital, lanjut Hary, pengelola perpustakaan harus dapat menyesuaikan dengan menyediakan berbagai keinginan masyarakat. Jika tidak, perpustakaan akan ditinggal oleh penggunanya.

Baca juga: Perpustakaan Ditantang Beradaptasi di Alam Metaverse

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Baca juga: Saat Prajurit Tapal Batas Jadi Sahabat Anak TK

Baca juga: Alquran Kuno di Vatikan Punya 39 Nama Surah yang Berbeda

"Berdasarkan data di Februari 2022, masyarakat Indonesia menghabiskan waktunya selama 8 jam untuk mencari informasi. Lantas bagaimana perpustakaan dapat masuk didalamnya agar mereka tidak terjebak dalam berita hoaks, ujaran kebencian, maupun penipuan online," ungkap Hary seperti dikutip dari laman www.perpusnas.go.id

Hary mencontohkan pemanfaatan teknologi digital untuk perpustakaan, diantaranya penyediaan perangkat komputer untuk mengakses buku-buku digital, display touch screen, perpustakaan digital melalui mobile apps, website, dan podcast bedah buku untuk memberikan informasi tentang buku terbaru."Seperti halnya perpustakaan khusus di Kominfo telah memiliki perpustakaan digital Ruang Buku Kominfo, yang berisi buku-buku mengenai komunikasi, ICT dan informatika," imbuhnya.

Sementara itu, Pustakawan Ahli Madya Kementerian Pertanian (Kementan) Riko Bintari, mengatakan teknologi yang berevolusi sangat cepat membuat Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (PUSTAKA) pun menyesuaikan untuk melakukan perubahan menjadi smart library.

"Perpustakaan Kementan ini sudah ada sejak tahun 1842. Maka kami terus berinovasi dan berevolusi untuk lebih maju sehingga informasi pertanian dapat digunakan untuk seluruh masyarakat tidak terbatas dari lembaga atau lingkup Kementan," kata Riko.

Riko menambahkan, perubahan PUSTAKA menjadi smart library ini juga didasarkan pada pergeseran peran perpustakaan.

"Saat ini layanan perpustakaan lebih berdasarkan kebutuhan pengguna, serta perpustakaan tidak hanya berperan sebagai penyedia informasi saja tetapi juga perpustakaan sebagai fasilitator dan katalisator," kata dia.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Pecinta Nasi Uduk