Pustaka

Pendapat Quraish Shihab tentang Khalifah sebagai Penguasa Politik

Salam Sahabat! Khilafah dan khalifah menjadi kata yang seakan begitu terlarang bagi beberapa kalangan. Ada kesan alergi terhadap kata ini karena adanya pertentangan dengan ormas yang kini dilarang — sebut saja Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sikap dan perjuangan ormas yang hendak mengaktualisasikan kekhilafahan dan syariat dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia itu digeneralisir untuk mereduksi bahkan mengebiri kata khilafah.

Prof Quraish Shihab dalam bukunya Khilafah, mengutip pakar bahasa Ahmad Ibnu Faris, al-khilafah (kekhalifahan) adalah pergantian atau perwakilan dari pihak lain baik karena ketiadaan siapa yang diwakili atau diganti baik akibat kematian atau ketidakmampuan, atau atas kehendak memberi penghormatan kepada yang ditugaskan mewakili/mengganti. Dalam perkembangannya, kata khalifah digunakan juga dalam arti penguasa tertinggi yang memiliki wewenang mengatur satu wilayah. Gelar ini semakna dengan gelar Amir al-Mukminin.

Untuk memakmurkan bumi, dibutuhkan adanya khalifah dalam arti sosok atau lembaga yang memimpin masyarakat menuju arah yang dikehendaki Allah dari kehadiran manusia sekaligus perwujudan akan tuntunan agamanya. Firman Allah SWT kepada Nabi Daud As: “Hai Daud, sesungguhnya Kami telah menjadikanmu khalifah di bumi, maka putuskanlah di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat siksa yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan,” (QS Shad: 26).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Baca juga: Khilafah dalam Kaca Mata Quraish Shihab

Baca juga: Kontribusi Janissary dalam Jihad Pangeran Diponegoro

Empat tokoh yang berwenang mengatur ihwal kaum Muslimin sepeninggal Nabi Muhammad SAW adalah Sayyidinia Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali Ra. Mereka disebut dengan khalifah atau populer dinamai Khulafa’ ar-Rasyidun. Meski demikian, Sayyidina Umar tidak lagi menyandang nama khalifah dengan alasan bahwa dia bukan khalifah Rasulullah, tetapi khalifah Sayyidina Abubakar. Apabila beliau nantinya digantikan orang lain, maka semakin berulang penyebutan kata khalifah pada nama/gelarnya. Karena itu, Umar diberi gelar Amirul Mukminin.

Menurut Quraish, ada beberapa istilah lain yang digunakan Alquran dan Sunnah yang maknanya sejalan dengan istilah khalifah/khilafah (kekhalifahan). Beberapa makna tersebut antara lain amir tanpa kalimat al-mu’minin seperti di Kuwait atau sultan seperti di Brunei dan Oman. Di samping istilah-istilah lain yang digunakan oleh masyarakat modern speerti presiden dan perdana menteri. Meski demikian, semua mengarah kepada makna sosok yang memiliki wewenang mengatur satu wilayah dengan aneka sistem peraturan yang dapat berbeda. Sebagaimana, masyarakat setiap wilayah memiliki nilai-nilai yang juga berbeda dengan masyarakat lain.

“Janganlah memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, maka (akibatnya) mereka akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami perindah bagi setiap umat amal mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS Al-An’am: 108).

Quraish Shihab menjelaskan, maksud ayat ini adalah Allah memperindah nilai-nilai tersebut dalam benak orang-orang kafir. Dalam arti, Allah membiarkan mereka menganggap nilai-nilai mereka baik karena itulah yang mereka inginkan. Allah tidak berkenan memaksa mereka sehingga pada akhirnya kita dapat berkata bahwa setiap masyarakat memiliki nilai-nilai yang mereka anggap indah atau baik. Nilai-nilai tersebut dalam keragamannya ada yang sejalan dengan nilai-nilai Islam lagi disepakati oleh paling tidak mayoritas masyarakatnya, ada juga yang tidak sejalan.

Selama nilai-nilai tersebut sejalan kendati berbeda dengan masyarakat Muslim yang lain, Quraish berpendapat, sistem yang mereka jalankan dapat dinamai khilafah Islamiyah walau tanpa menggunakan istilah khilafah.

Itulah sebabnya Alquran dan Sunnah tak memperinci sistem kenegaraan/pemerintahan. Pengangkatan kekhalifahan pun tak diatur secara rinci. Karena itu, keempat penguasa yang silih bergnanti sejak wafatnya Rasulullah SAW dinamai khulafa’ ar-Rasyidin. Kesemuanya berbeda satu dengan lainnya dalam cara pengangkatannya.

Survei: Ada Lebih dari 90 Persen Pembaca Salah Baca Alfatihah

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Pecinta Nasi Uduk