Soal LGBT, Mengapa Kita Bak Macan Ompong?
Dukungan terhadap kampanye Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender and Queer (LGBTQ) kerap didengungkan. Jika ekspos terhadap para pendukung perilaku kaum Nabi Luth dilakukan akhir-akhir ini oleh salah satu acara podcast populer di negeri ini, perusahaan multinasional pembuat produk-produk kebutuhan rumah tangga sudah lebih dahulu mengendorse mereka. Kita bisa dengan mudah menyaksikan brand-brand ternama yang kerap digunakan masyarakat menyokong kampanye mereka. Variannya merata dari sepatu, perabot rumah tangga hingga produsen handphone.
Kaum Muslimin menjadi pengguna barang-barang tersebut. Segenap pemakluman pun disuarakan. Dari sulitnya mencari produk sejenis dengan kualitas yang sama, kenyamanan konsumsi, tradisi dan beribu alasan lainnya. Masyarakat tidak bisa disalahkan karena memang produk-produk tersebut sudah mendapat sertifikat halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan lulus uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kualitas barang-barang para pendukung LGBT itu pun tergolong baik dan amat lazim digunakan masyarakat kita.
Di sisi lain, umat Islam mafhum jika agama ini melarang LGBT. Ayat-ayat Alqur’an dengan tegas melarang perilaku tersebut. “Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas (Q.S. al-A’raf: 81).
Dalam kitab sahih disebutkan melalui hadis Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah RA bahwa dahulu ada seorang lelaki banci yang biasa masuk menemui istri Rasulullah SAW. Mereka menganggapnya termasuk orang lelaki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita. Pada suatu hari Nabi SAW masuk ke dalam rumahnya, se dangkan lelaki tersebut sedang menggambarkan perihal seorang wanita.
Lelaki itu mengatakan bahwa wanita ter sebut apabila datang, maka melangkah dengan langkah yang lemah gemulai. Apa bila pergi, ia melangkah dengan lemah ge mulai disertai dengan goyangan pantatnya. Maka, Rasulullah SAW bersabda: Bukan kah kulihat orang ini mengetahui apa yang ada di sini? Jangan biarkan orang ini masuk menemui kalian! Maka Rasulullah SAW mengusir lelaki itu, kemudian lelaki itu tinggal di Padang Sahara. Dia masuk (ke dalam kota) setiap hari Jumat untuk mengemis meminta makanan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun telah menetapkan fatwa haram untuk aktivitas komunitas yang menyimpang itu. Menurut MUI, pengharaman terhadap LGBT termasuk pada tin dakan mengampanyekannya. MUI juga menilai, aktivitas LGBT bertentangan dengan Pancasila sila satu dan dua, serta UUD 45 pasal 29 ayat 1 dan pasal 28 J. Selain itu, aktivitas LGBT bertentangan dengan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. LGBT pun dinilai sebagai penyakit berbahaya bagi masyarakat.
Meski hampir setiap Muslim mafhum jika LGBT dilarang, propaganda mereka begitu kuat. Mereka hendak membolak-balik logika berpikir masyarakat beragama jika memusuhi LGBT sama dengan melawan hak asasi manusia. Mereka merasa homoseksualitas dan transgender merupakan satu pilihan asasi yang wajib dihormati manusia lainnya. Logika ini yang diikuti banyak perusahaan besar sehingga mendukung eksistensi dan kampanye LGBT.