Di Bali, Ada Puluhan Warga Tewas Akibat Digigit Anjing Rabies
JAKARTA -- Kasus tewasnya seorang bocah perempuan berusia lima tahun di Buleleng, Bali, akibat terinfeksi rabies setelah digigit anjing ternyata bukan yang pertama kali. Di Pulau Dewata, Kementerian Kesehatan mencatat, ada sebanyak 22 kasus kematian terjadi akibat rabies. Sementara, jumlah kasus gigitan mencapai 34.858 kasus.
Dilansir dari Antara, Kepala Dinkes Bali I Nyoman Gede Anom menjelaskan, sebaran 22 kasus kematian tersebut yakni 13 orang berasal dari Kabupaten Buleleng, empat orang Jembrana, tiga orang Bangli, satu orang Gianyar dan satu orang Karangasem. "Sudah disuntik VAR lalu meninggal itu terlambat,"ujar dia.
Rabies atau yang biasa disebut sebagai penyakit anjing gila merupakan penyakit menular akut yang menyerang susunan saraf pusat pada manusia dan hewan berdarah panas yang disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini ditularkan melalui saliva (anjing, kucing, kera) yang kena rabies dengan jalan gigitan atau melalui luka terbuka. Baca: Viral Wanita Bercadar di Ciwidey, Apa Sebenarnya Hukum Cadar Bagi Muslimah?
Penyakit rabies masuk pertama kali ke Indonesia pada tahun 1884, ditemukan oleh Schrool (orang Belanda) pada kuda. Pada 1889, Esser W, J,. dan Penning menemukan penyakit rabies pada anjing. Pada tahun 1894, pertama kali virus rabies menyerang manusia, ditemukan oleh EV De Haan (orang Belanda). Di Provinsi Bali Penyakit rabies muncul kembali pada tanggal 14 Nopember 2008, menimpa seorang warga Banjar Giri Darma – Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan Badung dan sampai sekarang penyakit rabies perlu diwaspadai.
Pemerintah Bali membangun Rabies Center di sejumlah rumah sakit dan seluruh Puskesmas di Bali. Sebagai contoh, Rabies Center di Puskesmas 1 Denpasar Selatan melakukan manajemen terhadap pasien kasus gigitan anjing. Penatalaksanaan dilakukan mulai dari mengobati luka gigitan hingga pemberian vaksin anti rabies (VAR) dan serum anti rabies (SAR). Baca: Mengenal Khawarij, Ahli Ibadah yang Menjadi Pengikut Dajjal.
Rabies Center juga sebagai upaya memperlancar distribusi VAR dan SAR. Pemberian VAR dan SAR berbeda, SAR diberikan lebih sedikit dari VAR karena tidak semua pasien gigitan hewan membutuhkan SAR.