Viral Wanita Bercadar di Ciwidey, Apa Sebenarnya Hukum Cadar Bagi Muslimah?

News  

Jagad dunia maya diramaikan oleh video perempuan bercadar memperlihatkan kemaluannya di kebun teh di Ciwidey, Jawa Barat. Belum diketahui siapa identitas di balik perempuan bercadar tersebut. Meski demikian, aksi perempuan itu mendapat kecaman.

Lantas, bagaimana sebenarnya hukum seorang Muslimah mengenakan cadar? Apakah dia diwajibkan, sunah, mubah, atau haram? Para ulama berbeda pendapat tentang hukum mengena kan cadar. Ada ulama yang me wajibkan dan membolehkan. Bagi kalangan yang mewajibkan, mereka berpegang pada penafsiran atas beberapa dalil.

Contohnya yakni "Hai Nabi, ka takanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu'min: `Hen daklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka`. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, ka rena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengam pun lagi Maha Penyayang.` (QS al-Ahzab: 59).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Ustaz Ahmad Syarwat LC dari Rumah Fiqih menjelaskan, ayat ini merupakan ayat yang pa ling sering dikemukakan oleh pa ra ulama pendukung wajibnya ca dar atau niqab. Mereka me ngu tip pendapat para ahli tafsir terhadap ayat ini bahwa Allah me wajibkan para wanita untuk men julurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, termasuk kepala, muka, dan semuanya, kecuali sa tu mata untuk melihat—dalam hal ini mata bagian kiri. Riwayat ini dikutip dari pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas`ud, Ubaidah as- Salmani, dan lainnya, meskipun tidak ada kesepakatan di antara mereka tentang makna `jilbab` dan makna `menjulurkan`.

Baca juga: Viral Wanita Bercadar di Ciwidey, Begini Batasan Memperlihatkan Aurat dalam Islam

Sebenarnya, ayat ini turun setelah adanya perintah untuk mengenakan kerudung pada QS an-Nur ayat 30-31. Ayat tersebut merupakan ayat pertama yang memerintahkan kaum Muslimah untuk menutup aurat.". Kata kan lah kepada wanita yang ber iman. 'Hendaklah mereka mena han pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhias an nya kecuali yang (biasa) tam pak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya."

Dikisahkan, pada saat itu pe rempuan-perempuan Muslimah kerap mendapat gangguan dari orang-orang Yahudi Madinah se telah ke kebun kurma untuk me nunaikan hajatnya. Allah SWT lantas menurunkan QS al-Ahzab ayat 59 untuk melindungi mere ka.

Ayat lainnya ada pada QS al- Ahzab: 53, yakni Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka, maka mintalah dari belakang ta bir. Cara yang demikian itu le bih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti Rasulullah dan tidak mengawini istri-istrinya selama-lamanya se sudah ia wafat. Sesungguhnya per buatan itu adalah amat besar di sisi Allah.` Baca juga: Soal LGBT, Mengapa Kita Bak Macan Ompong?

Para pendukung kewajiban cadar juga menggunakan ayat ini untuk menguatkan pendapat bah wa wanita wajib menutup wa jah mereka. Tidak hanya itu, wa jah termasuk bagian dari aurat wanita. Mereka mengatakan bah wa meski ayat ini ditujukan ke pada istri Nabi, namun kewajib annya juga terkena kepada semua wanita mukminah, karena para istri Nabi itu adalah teladan dan contoh yang harus diikuti.

Dalil lainnya yakni larangan Rasulullah SAW bagi Muslimah untuk menutup wajah ketika ih ram.`Janganlah wanita yang se dang berihram menutup wajahnya (berniqab) dan memakai sa rung tangan`.

Dengan adanya larangan ini, lazimnya para wanita itu me makai niqab dan menutup wajahnya, kecuali saat berihram. Kare na itu, perlu bagi Rasulullah SAW untuk secara khusus melarang me reka. Seandainya setiap hari nya mereka tidak memakai niqab, maka tidak mungkin beliau me la rangnya saat berihram.

Sementara itu, Syekh Yusuf Qaradhawi menilai kebanyakan ulama tidak menganggap wajah sebagai aurat. Dia mengutip hadis dari Imam Bukhari dan Muslim serta Ashhabus Sunan meriwa yatkan dari Ibnu Abbas bahwa se orang perempuan dari Kha ts'am meminta fatwa kepada Ra sulullah SAW pada waktu haji wada. Saat itu, al-Fadhl bin al- Abbas bersama Nabi dalam satu kendaraan. Dalam satu riwayat disebutkan al-Fadhl bin Abbbas melirik perempuan itu yang ter nyata berwajah cantik.

Nabi SAW pun memalingkan wajah al-Fadhl ke arah lain. Ke mudian, al-Fadhl bertanya, "Wa hai Rasulullah, mengapa engkau palingkan anak pamanmu?" Ra sulullah pun menjawab, "Saya me lihat seorang pemuda dan se orang pemudi, maka saya merasa tidak aman akan gangguan setan terhadap mereka berdua."

Syekh Qaradhawi menjelas kan, sebagian ahli hadis dan fu qaha melakukan istimbat (menetapkan sesuatu dengan mengambil sumber) dari hadis ini tentang bolehnya melihat wajah wanita jika aman dari fitnah. Nabi SAW pun tidak memerintahkan wanita tersebut menutup wajahnya. Jika wajah tertutup, Ibnu Abbas tidak akan tahu apakah wanita itu can tik atau jelek.

Ustaz Adi Hidayat dalam sa lah satu kajiannya menjelaskan si kap hukum empat mazhab ten tang masalah cadar. Menurut Us taz Adi Hidayat, keempat mazhab yang utama tidak melarang Mus limah untuk menutup wajah.

Pendapat mazhab Hanafi mengungkapkan jika wajah wa ni ta bukanlah aurat. Menurut maz hab yang dicetuskan Imam Abu Hanifah ini, wajah dengan te lapak tangan itu yang biasa tampak karena kebutuhan tertentu bukan merupakan aurat dan tidak diwajibkan untuk ditutup.

Namun, menurut Mazhab Ha nafi, mengenakan cadar hukumnya sunah. Karena itu, mazhab ini berpandangan meski cadar tidak wajib, tetapi tidak boleh dilarang. Boleh jadi, Muslimah yang bercadar ingin menutupi karena merasa bagian dari sunah dan ingin menjaga ketaatan dan kehormatannya. Tak hanya itu, mazhab Hanafi juga mewajibkan cadar jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.

Sama seperti Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki juga mengung kap kan tidak ada kewajiban da lam bercadar. Namun, hukumnya bisa menjadi wajib jika khawatir menimbulkan fitnah. Salah satu syekh pada Mazhab Maliki bah kan mengungkapkan, jika se orang perempuan amat cantik, maka wajib hukumnya untuk di tutup. Termasuk bagian telapak tangan. Namun, kecantikannya pudar karena sedemikian sepuh, misalnya, maka dibolehkan untuk membuka cadar.

Mazhab as-Syafii lebih ketat dari Hanafi. Menurut mazhab ini, setiap perempuan yang hadir di depan mahramnya maka hukumnya wajib mengenakan jilbab se luruhnya atau bercadar. Menurut Ustaz Adi Hidayat, pendapat ini merupakan pendapat utama. Mes ki demikian, ada pilihan pada mazhab ini yang minimal meng hukumi cadar sebagai sunah.

Menyerupai Mazhab as-Sya fii, Mazhab Hanbali juga berpendapat jika cadar hukumnya wa jib. Tak hanya itu, bagian punggung sampai telapak tangan juga dinilai sebagai aurat. Namun, sa ma seperti as-Syafii, Mazhab Han bali juga memberi pilihan yang lebih ringan, yakni sunah. Wallahu 'alam

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Pecinta Nasi Uduk

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image